Sabtu, 18 Mei 2013

ASKEP BPH

A. DEFINISI
Hipertropi Prostat adalah hiperplasia dari kelenjar periurethral yang kemudian mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah. (Jong, Wim de, 1998).

Benigna Prostat Hiperplasi ( BPH ) adalah pembesaran jinak kelenjar prostat, disebabkan oleh karena hiperplasi beberapa atau semua komponen prostat meliputi jaringan kelenjar / jaringan fibromuskuler yang menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika (Lab / UPF Ilmu Bedah RSUD dr. Sutomo, 1994 : 193).

B. Etiologi
Penyebab terjadinya Benigna Prostat Hipertropi belum diketahui secara pasti. Tetapi hanya 2 faktor yang mempengaruhi terjadinya Benigne Prostat Hypertropi yaitu testis dan usia lanjut.

Ada beberapa teori mengemukakan mengapa kelenjar periurethral dapat mengalami hiperplasia, yaitu :

Teori Sel Stem (Isaacs 1984)
Berdasarkan teori ini jaringan prostat pada orang dewasa berada pada keseimbangan antara pertumbuhan sel dan sel mati, keadaan ini disebut steady state. Pada jaringan prostat terdapat sel stem yang dapat berproliferasi lebih cepat, sehingga terjadi hiperplasia kelenjar periurethral.

Teori MC Neal (1978)
Menurut MC. Neal, pembesaran prostat jinak dimulai dari zona transisi yang letaknya sebelah proksimal dari spincter eksterna pada kedua sisi veromontatum di zona periurethral.

C. Patofisiologi
Proses pembesaran prostate ini terjadi secara perlahan-lahan, sehingga perubahan pada saluran kemih juga terjadi penyempitan lumen uretra prostatika dan akan menghambat aliran urine, keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal. Untuk dapat mengeluarkan urine, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan tersebut. Kontraksi yang terus menerus ini menyebabkan perubahan anatomik dari buli-buli berupa hipertrofi otot detrusor (menebal dan meregang) sehingga terbentuklah selula, sekula dan divertikel buli-buli.
Fase penebalan detrusor ini disebut juga fase kompensasi. Dan apa bila berlanjut, maka detrusor akan mengalami kelelahan dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi, sehingga terjadi retensio urine yang selanjutnya dapat menyebabkan hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas. (Arief Manjoer, et al, 2000)
Turp merupakan pembedahan bph yang paling sering di lakukan dimana endoskopi dimasukkan melalui penis (uretra). Cara ini cocok untuk hyperplasia yang kecil. Reseksi Kelenjar prostate dilakukan ditrans-uretra yang dapat mengiritasi mukosa kandung kencing sehingga dapat menyebabkan terjadinya perdarahan, untuk itu tindakan ini mempergunakan cairan irigasi (pembilas) agar daerah yang direseksi tidak tertutup darah (www.medikastore.com)
Turp mempunyai beberapa keuntungan antara lain (Doengoes, 2000)
1. Lama operasi lebih singkat
2. Tidak menimbulkan sayatan sehingga resiko infeksi akibat luka dapat diminimalkan
Penyulit Turp
(Doengoes, 2000)
1. Selama operasi = perdarahan sindroma turp
2. Pasca bedah = perdarahan, infeksi local atau sistemik

D. Pathway



E. Klasifikasi
Menurut R. Sjamsuhidayat dan wim de jong, 2002
Derajat : I
Colok dubur :Penonjolan prostate, batas atas mudah diraba
Sisa volume urine : < 5O ml derajat : II Colok Dubur : Penonjolan prostate jelas, batas atas dapat dicapai Sisa volume urine : 50 - 100 ml Derajat : III Colok dubur : Batas atas prostate tidak dapat diraba Sisa volume urine : > 100 ml

Derajat : III
Colok dubur : Batas atas prostate tidak dapat diraba
Sisa volume urine : retansi urine total

F. Manifestasi klinis
Gejala klinik dapat berupa :
- Frekuensi berkemih bertambah
- Nocturia
- Kesulitan dalam memulai (hesitency) dan mengakhiri berkemih
- Miksi terputus (hermittency)
- Urine masih tetap menetes setelah selesai berkemih (terminal dribbling)
- Pancaran miksi menjadi lemah (poor stream)
- Rasa nyeri pada waktu berkemih (dysuria)
- Rasa belum puas setelah miksi

Gejala kilinis tersebut diatas dapat terbagi 4 grade yaitu :
1. Pada grade I (congestif)
a. Mula-mula pasien berbulan-bulan atau bertahun-tahun susah kencing dan mulai mengedan.
b. Kalau miksi merasa tidak puas.
c. Urine keluar menetes dan puncuran lemah.
d. Nocturia.
e. Ereksi lebih lama dari normal dan libido lebih dari normal.
f. Pada Citoscopy kelihatan hiperemia dan orifreum urether internal lambat laun terjadi varises akhirnya bisa terjadi pendarahan (blooding).
2. Pada Grade 2 (residual)
a. Bila miksi terasa panas
b. Nocturi bertambah berat
c. Tidak dapat buang air kecil (kencing tidak puas)
d. Bisa terjadi infeksi karena sisa air kencing
e. Tejadi panas tinggi dan bisa meninggal
f. Nyeri pad daerah pinggang dan menjalar keginjal.
3. Pada grade 3 (retensi urine)
a. Ischuria paradorsal
b. Incontinential paradorsal
4. Pada grade 4
a. Kandung kemih penuh.
b. Penderita merasa kesakitan.
c. Air kencing menetes secara periodik (overflow incontinential).
d. Pada pemeriksaan fisik yaitu palpasi abdomen bawah untuk meraba ada tumor kerena bendungan hebat.
e. Dengan adanya infeksi penderita bisa meninggal dan panas tinggi sekitar 40-41 C.
f. Kesadaran bisa menurun.
g. Selanjutnya penderita bisa koma

G. Komplikasi

Ø Retensi Urine
Ø Perdarahan
Ø Perubahan VU; trabekulasi, divertikulasi.
Ø Infeksi saluran kemih akibat kateterisasi
Ø Hidroureter
Ø Hidronefrosis
Ø Cystisis, prostatitis, epididymitis, pyelonefritis.
Ø Hipertensi, Uremia
Ø Prolaps ani/rectum, hemorroid.
Ø Gagal ginjal
Ø Aterosclerosis
Ø Infark jantung
Ø Impoten
Ø Haemoragik post operasi
Ø Fistula
Ø Striktur pasca operasi & inconentia urine

H. Pemeriksaan diagnostic (marilyn E. Doenges dan Mary FrancMoushouse, 2000)
IVP : menunjukkan perlambatan pengosongan kandung kemih, membedakan derajat obstruksi kandung kemih dan adanya pembesaran prostate, divertikuli kandung kemih dan penebalan abnormal otot kandung kemih

Sistourretrografi: digunakan sebagai ganti IVP untuk memvisualisasi kandung kemih dan uretra karena ini menggunakan bahan kontras local.
Sistouretroskopi : untuk menggambarkan derajat pembesaran prostate dan perubahan dinding kandung kemih
Laboratorium : Meliputi ureum (BUN), kreatinin, elekrolit, tes sensitivitas dan biakan urin.

Radiologis : Intravena pylografi, BNO, sistogram, retrograd, USG, Ct Scanning, cystoscopy, foto polos abdomen. Indikasi sistogram retrogras dilakukan apabila fungsi ginjal buruk, ultrasonografi dapat dilakukan secara trans abdominal atau trans rectal (TRUS = Trans Rectal Ultra Sonografi), selain untuk mengetahui pembesaran prostat ultra sonografi dapat pula menentukan volume buli-buli, mengukut sisa urine dan keadaan patologi lain seperti difertikel, tumor dan batu (Syamsuhidayat dan Wim De Jong, 1997).

Prostatektomi Retro Pubis : Pembuatan insisi pada abdomen bawah, tetapi kandung kemih tidak dibuka, hanya ditarik dan jaringan adematous prostat diangkat melalui insisi pada anterior kapsula prostat.
Prostatektomi Parineal : Yaitu pembedahan dengan kelenjar prostat dibuang melalui perineum.

I. Penatalaksanaan

Non Operatif
Pembesaran hormon estrogen & progesteron
Massase prostat, anjurkan sering masturbasi
Anjurkan tidak minum banyak pada waktu yang pendek
Cegah minum obat antikolinergik, antihistamin & dengostan
Pemasangan kateter.

Operatif
Indikasi : terjadi pelebaran kandung kemih dan urine sisa 750 ml
TUR (Trans Uretral Resection)
STP (Suprobic Transersal Prostatectomy)
Retropubic Extravesical Prostatectomy)
Prostatectomy Perineal

Penatalaksanaan dapat dilakukan berdasarkan derajat berat-ringannya hipertrofi prostat.

1. Derajat I; biasanya belum membutuhkan tindakan pembedahan. Pengobatan konservatif yang dapat diberikan adalah penghambat adrenoreseptor alfa seperti; alfazosin, prazosin, dan terazosin.

2. Derajat II; merupakan indikasi untuk melakukan pembedahan. Biasanya dianjurkan untuk dilakukan reseksi endoskopik melalui urethra (trans urethra resection).

3. Derajat III; pada derajat ini reseksi endoskopik dapat dilakukan secara terbuka. Pembedaahan terbuka dapat dilakukan melalui transvesikel, retropibik atau perineal.

4. Derajat IV; pada derajat ini tindakan pertama adalah membebaskan klien dari retensi urine total, dengan memasang kateter atau sistostomi. Selanjutnya dapat dilakukan pembedahan terbuka. Untuk klien dengan keadaan umum lemah dapat diberikan pengobatan konservatif yaitu penghambat adrenoreseptor daan obat antiandrogen.
Pengobatan invasif lainnya ialah pemanasan prostat dengan gelombang mikro yang disalurkan kekelenjar prostat. Juga dapat digunakan cahaya laser yang disebut transurethral ultrasound guide laser induced prostatecthomy.

J. Nursing Care Plan

Pengkajian
Menurut Doegoes (2000)
a. Sirkulasi
Tekanan darah meningkat

b.Eliminasi
- Penurunan kekuatan/dorongan aliran urine, urine menetes
- Adanya keragu-raguan pada awal berkemih
- Tidak mampu untuk mengosongkan kandung kemiih secara tuntas adanya dorongan dan peningkatan frekuensi untuk berkemih
- Nokturia, disuria, hematuria
- Bila untuk duduk ada keinginan untuk berkemih
- Nyeri tekan kandung kemih

c. Makanan/cairan
Anoreksia : mual, muntah
Penurunan berat badan

d. Nyeri/kenyamanan
Nyeri suprapubik, pinggul, punggung, sifat nyeri tajam dan kuat.
Nyeri punggung bawah

e.Keamanan : Demam

f. Seksualitas
Takut inkontensia/menetes selama melakukan hubungan intim
Adanya penurunan kekuatan kontraksi ejakulasi


Diagnosa keperawatan
a. Retensi urine ybd obstrtuksi skd terhadap BPH (Nanda, 2002)
Tujuan : tidak terjadi retensi setelah dilakukan tindakan keperawatan
KH : klien akan berkemih dengan jumlah yang cukup tak teraba distensi vesika urinaria.
Klien akan menunjukkan residu pasca berkemih kurang dari 50 ml. dengan tidak ada tetesan/kelebihan aliran
Intervensi :
1. Dorongan klien untuk berkemih tiap 2-4 jam dan bila tiba-tiba dirasakan
2. Observasi aliran urine, perhatikan ukuran dan kekuatan
3. Dikaji dan dicatat waktu dan jumlah tiap berkemih
4. Perkusi / palpast area suprapublik
5. Ajarkan teknik relaksasi saat berkemih
6. Kolaborasi untuk pemasangan kateter


b. Cemas ybd kurangnya informasi skd terhadap tindakan pembedahan. (Nanda, 2002)
Tujuan : kecemasan klien berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan
KH : menghubungkan peningkatan kenyamanan
Menggunakan mekanisme koping yang efektif
Intervensi
1. Kaji tingkat kecemasan
2. Berikan informasi tentang prosedur yang akan dilakukan
3. Dorong pasien untuk menyatakan perasaannya
4. Libatkan keluarga untuk memberikan dukungan pada klien

c. Nyeri akut ybd agen injuri mekanik. (Nanda, 2002)
Tujuan : nyeri dapat ditoleransi klien setelah dilakukan tindakan keperawatan
KH :
- Klien rileks
- Mengungkapkan nyeri hilang atau terkontrol
- Skala nyeri 1-2
Intervensi
1. Kaji skala nyeri klien
2. Pertahankan tirah baring bila diindikasikan
3. Berikan tindakan kenyamanan seperti Pijat punggung, membantu klien melakukan tirah baring yang nyaman, mendorong penggunaan relaksasi atau latihan nafas.
4. Berikan terapi analgetik


d. Resiko infeksi ybd sisi masuknya mikroorganisme skd terhadap prosedur dan alat invasive. (Nanda, 2002)
Tujuan : tidak terjadi infeksi setelah dilakukan tindakan keperawatan
KH :
- Tidak ada tanda-tanda infeksi
- TTV dalam batas normal
Intervensi :
1.Perhatikan sistem kateter steril
2. Awasi tanda vital
3.Kaji adanya tanda-tanda infeksi
4. Berikan antibiotic sesuai indikasi


e. PK perdarahan. (Lynda Juall Carpenito, 2001)
Tujuan : meminimalkan terjadinya perdarahan
KH :
- Urine jenih
- TTV dalam batas normal
- Hb dalam batas normal
Intervensi :
1. kaji TTV
2. Kaji dan monitor perdarahan
3. Kolaborasi dengan dr untuk irigasi NaCl
4. Kolaborasi dengan dr untuk permeriksaan Hb


DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan suddarth, Buku Ajar Keperawatan Medical-Bedah. Edisi 8, Jakarta 2002
Brunner dan suddarth. Buku Saku Keperawatan Medical Bedah. Jakarta : EGC; 2002
Carpenito Lynda Jual, Diagnosa Keperawatan, Alih Bahasa Monica Ester. Jakarta, EGC : 2001
Doengoes E. maryline. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta, EGC: 2000
Mansjoer. Dkk.Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta, EGC : 2000
Nanda diagnosis keperawatan, 2002, Alih Bahasa Mahasiswa PSIK – BFK UGM Angkatan 2002
Nettina, sandra M. Pedoman Praktik Keperawatan. Jakarta, EGC : 2002
Sjamsuhidayat. R dan Wim De Jong, Buku Ajar Ilmu Bedah, Jakarta, EGC : 2002

Tidak ada komentar:

Posting Komentar